BENTUK-BENTUK PENYESALAN
Dua Nikmat
Berharga
Al-Bukhari meriwayatkan
di Shahih-nya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam,
“Ada dua nikmat, di mana banyak orang mengalami kerugiaan
karena keduanya. Yaitu kesehatan dan waktu luang.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Ibnu baththal berkata,
“Makna hadits di atas ialah orang punya waktu luang jika ia berbadan sehat.
Jika seseorang punya waktu luang dan badan sehat, hendaklah oa berusaha sebisa
mungkin tidak rugi, dalam bentuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat yang
diberikan kepadanya. Di antara bentuk syukur yang harus ia lakukan oalah mengerjakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Barangsiapa tidak
mengerjakan hal ini, ia orang rugi.”
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Adakalahnya
orang itu sehat, tapi tidak punya waktu luang, sebab sibuk kerja. Juga
adakalahnya seseorang punya waktu luang, tapi tidak sehat. Jika seseorang punya
waktu luang dan berbadan sehat, tapi malas melakukan ketaatan kepada Allah, ia
orang rugi. Dunia itu ladang akhirat dan di dalamnya terdapat bisnis yang
keuntungannya terlihat di akhirat. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu
luangnya, ia orang yang patut ditiru. Dan, barangsiapa menggunakan keduanya
dalam maksiat kepada Allah, ia orang rugi.”
Bentuk
Penyesalan Pertama: Kiamat Kecil
Kiamat kecil yang dialami
manusia ialah kematian. Seseorang mulai menyesal ketika detik-detik akhir
usianya dan menyakini nyawanya tidak lama lagi keluar dari tubuhnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan dia yakin sesungguhnya itulah waktu perpisahan
(dengan dunia). Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Kepada Tuhanmula
pada hari itu kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 28-29).
Saat itu, ia ingat ribuan
jam yang tidak ia gunakan untuk taat kepada Allah Ta’ala dan ia berharap dikembalikan ke dunia untuk beramal shalih.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, ia berkata, ‘Tuhanku, kembalikan aku (Ke dunia), agar aku berbuat amal
shalih terhadap yang telah aku tinggalkan’.” (Al-Mukminun: 99).
Itulah impian pertama
seseorang. Ia berharap diberi kesempatan kembali ke dunia untuk beramal shalih.
Ia lupa dirinya sekarang bicara dengan Dzat Yang Mengetahui seluruh hal ghaib,
mata yang berkhianat, dan apa yang dirahasiakan hati. Allah Ta’ala sudah tahu kebohongannya. Andai
ia dikembalikan ke dunia, ia pasti bermaksiat lagi dan malas mengerjakan
kebaikan. Karena itu, permintaannya dijawab dengan jawaban tegas yang memupus
seluruh harapan dan pertanyaan tipuan yang digunakan untuk lari dari siksa
kubur. Allah Ta’ala berfirman,
“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu perkataan yang
diucapkan saja dan di depan mereka ada dinding sampai hati mereka
dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)
Bentuk
Penyesalan Kedua: Gigit Tangan
Penyesalan sepeti ini
terjadi ketika seseorang akhirat melihat sahabat karibnya menyelamatkan dirinya
dan tidak berdaya membelanya di sisi Allah Ta’ala.
Saat-saat kongkow-kongkow, canda
tawa, begadang, pesta pora di meja judi dan minuman keras; itu semuanya tidak
dapat menyelamatkannya dari kondisi yang ia hadapi sekarang. Ia lihat penghuni
neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang dua batu diletakkan di atas
tapak kakinya, lalu otaknya mendidih. Di riwayatkan lain disebutkan, penghuni
neraka tersebut punya dua sandal dan dua tali sandal dari neraka, lalu otak
mendidih, seperti periuk mendidih. Penghuni neraka itu mengira tidak ada orang yang lebih
berat siksanya daripada dirinya. Padahal, ia penghuni neraka yang paling ringan
siksanya. (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Saat itulah,
“Orang dzalim mengigit dua tangannya sambil berkata,
‘Kecelakaan besar bagiku. Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan teman
akrab. Sesungguhnya ia telah menyesatkanku dari Al Qur’an ketika Al-Qur’an
datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Kahfi: 49).
Ia lupa atau pura-pura
lupa kalau ia diikuti dua malaikat yang mencatat kemaksiatan dan kebaikan
seberat atom pun. Ia menyesal dan berharap tidak diberi buku catatan amal
perbuatannya dan tidak tahu hari perhitungan. Ia berharap mati saja daripada
melihat siksa yang sudah menanti. Ia pun ingat, ternyata harta, jabatan, dan
kekuasaan, yang ia kira bermanfaat baginya di akhirat hingga membuat buta tidak
melihat kebenaran, pembela-pembelanya, hanyut dalam kesesatan dan kemaksiatan
itu sama sekali tidak berguna baginya sekarang, ia tahu betul yang bisa
menyelamatkannya pada saat-saat seperti ini hanyalah amal shalih dan rahmat
Allaah Ta’ala. Allah mengisahkan
kisah orang seperti itu,
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari
sebelah kirinya, ia berkata, ‘Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan
kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku.
Kekuasaanku telah hilang dariku’.” (Al-Haqqah: 25-29).
Bahkan, ia berharap
menjadi tanah yang diinjak kaki dan tidak disiksa dengan siksa dengan siksa
akhirat. Ia berkata,
“Alangkah baiknya sekiranya aku dulu tanah.” (An-Naba’: 40)
Di dunia, ia dulu ingin
hidup selama mungkin. Sekarang, di akhirat, kita lihat dia ingin mati saja.
Bentuk-bentuk penyesalan
hari itu beragam. Setiap kali pelaku maksiat melihat salah satu bentuk siksa,
ia ingat waktu yang dulu ia sia-siakan, tidak menggunakannya untuk taat kepada
Allah Ta’ala, dan merealisir tujuan
penciptaan dirinya, yaitu beribadah kepada-Nya.
Bentuk
Penyesalan Keempat: Ketika Neraka Didatangkan
Rasulullah Shallallahu Alihis wa Sallam bersabda,
“Ketika itu, neraka, yang punya tujuh puluh ribu penahan,
didatangkan. Di setiap penahan ada tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.” (Diriwayatkan Muslim)
Ketika pelaku maksiat
melihat neraka sebesar seperti itu, ditarik 4.900.000.000 malaikat, lidah besar
menjulur panjang, leher yang punya mata, seperti disebutkan di hadits, yang
diriwayatkan At-Tirmidzi,
“Pada hari Kiamat, leher keluar dari neraka. Leher itu
punya dua mata yang bisa melihat, dua telinga yang dapat mendengar, dan lidah
yang mampu bicara. Lidah leher itu berkata, ‘Aku mewakili tiga jenis manusia:
orang yang menjadikan Tuhan selain Allah, orang sombong sekaligus bandel, dan
para penggambar’.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).
Ia dengar kemarahan dan
hembusan nafas neraka saat berteriak dengan teriakan menakutkan, “Apakah masih
ada tambahan orang untukku? Apakah masih ada tambahan orang untukku?” ketika
itulah, pelaku maksiat ingat saat-saat maksiat, malas, menunda amal shalih,
menipu Allah Ta’ala dengan taubat
palsunya, dan waktu-waktu lain yang hilang sia-sia. Tapi, nostalgia semuanya
itu tidak ada gunanya. Allah Ta’ala berfirman,
“Tapi, tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” (Al-Fajr: 23).
Ia berkata dengan penuh
sesal,
“Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan (amal shalih)
untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 24).
Sayyid Quthb Rahimahullah berkata, “Kesempatan telah
berlalu. Allah Ta’ala berfirman, ‘Tapi tidak berguna lagi mengingat itu
baginya.’ Peringatan sudah berlalu dan tidak berguna lagi di sini, akhirat,
bagi siapa pun. Ucapan orang kafir itu
refleksi kesedihan atas hilangnya kesempatan di negeri amal, dunia. Ketika
fakta ini terlihat, ‘Dia mengatakan,
‘Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan )amal shalih) untuk hidupku ini.’ Terlihat
ada kesedihan mendalam di balik harapan dan itulah kondisi paling menyakitkan
yang dirasakan seseorang di akhirat.”
Itulah bentuk penyesalan paling mengenaskan yang
dialami manusia dan mereka tidak punya harapan untuk bisa memperbaiki kesalahan
yang telah terjadi.
Bentuk
Penyesalan kelima: Ketika Berdiri di Neraka
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka
dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke
dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang
yang beriman’.” (Al-An’am: 27)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengungkap kondisi orang-orang
kafir saat mereka berdiri di neraka pada Hari Kiamat, menyaksikan belenggu dan
rantai di dalamnya, serta melihat dengan mata kepala mereka sendiri hal-hal
dahsyat. Saat itulah, mereka berkata, ‘Duhai, betapa celakanya kita’.”
Sungguh aneh, orang-orang kafir berkata saat
berharap, “Dan kami menjadi orng-orang
beriman.” Padahal, mereka dulu memerangi para dai kejalan Allah Ta’ala, kalimat tauhid, dan melecehkan
siapa saja mengajak kepadanya. Kenapa kini, di akhirat, mereka berharap ingin
menjadi orang-orang beriman? Kenapa
itu baru terlontar sekarang dan tidak di dunia dulu? Itulah kemunafikan yang
tetap menempel pada mereka, kendati mereka berdiri didepan neraka menyaksikan
kedasyatannya. Mereka kira jiwa mereka tidak diketahui Allah a’ala dan dapat ngerjain Dia. Karena itu, mereka membuat trik dengan berbohong dan
seluruh argumentasi kuat, agar selamat daru suksa yang pasti ini. Ini sungguh
aneh penyesalan yang serat dengan penipuan atau penipuan yang penuh dengan
penyesalan. Kedua hal itu menjijikkan.
Bentuk
Penyesalan Keenam: Setelah Dilempar ke Neraka
Allah Ta’ala berfirmaN:
“Pada hari ketika muka mereka ditolak-balik dineraka, mereka berkata,
‘Alangkah baiknya, andai kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’ Dan
mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati pemimpin-pemimpin
dan pembesar-pembesar kami, lalu meraka menyesatkan kami dari jalan (yang
benar). Ya Tuhan kami, timpahkan kami kepada mereka adzab dua
kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan besar.” (Al-Ahzab: 66-68)
Ibnu Katsir Rahimahullah
berkata, “Maksudnya, mereka diseret ke neraka dengan kepala terbalik dan
wajah mereka dibola-balik di Neraka Jahanam. Mereka berharap andai mereka
dikembalikan kedunia, mereka akan bersama orang-orang yang taat kepada Allah
dan Rasul.”
Sekarang mereka baru tahu, ternyata jalan yang dulu
merekah tempuh itu jalan salah, sebab mereka mengikuti para pemimpin dan
tokoh-tokoh mereka, yang berjalan di jalan setan. Sekarang, mereka berani
mengutuk pemimpin-pemimpin mereka dan bicara kepada mereka dengan bahasa
lantang, setelah sebelumnya di dunia mereka hidup sebagai pengecut, hina, tidak
berani mengatakan kebenaran, dan tidak punya nyali menolak kemungkaran. Setelah
mereka dilempar ke neraka dan merasakan siksanya, perasaan mereka yang tadinya
membeku itu hidup kembali dan mereka menyesal kenapa tidak mengikuti jalan
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Tapi,
waktu itu sudah tidak ada lagi.